Surat untuk Ninit [1]
Kamu sudah lucu sejak pertama bertemu. Selalu berbagi tawa dengan siapapun yang di dekatmu, humble nya bukan main ya kamu itu. Kamu apa emang suka pingin tau semua hal ya? semua pertanyaan harus ada jawabannya buatmu, padahal engga semua nya harus kamu tau juga lo. Tapi kamu suka bilang kalo hal yang aku anggap tidak penting, itu bisa jadi penting buat mu. Aku ndak tau semua urgensi itu, tapi yasudah. Toh bukan hal yang harus ditutupi, akupun jarang menghindar rasanya dari segala cecaran pertanyaan-pertanyaan mu itu, jawabanku kadang terdengar tidak logis untukmu, dan banyak nya kamu justru sebel sendiri mendengarkan jawabanku yang terkesan tidak penting. Tapi balik lagi, kamu mau itu jadi penting hehe.
Masalah sepele diantara kita itu sering muncul juga ya, tapi kita sering memaklumi keadaan kita satu sama lain karena sibuk masing-masing, eh malah pusing sendiri gara-gara kita nambahin masalah kita, maaf bukan kita, tapi aku suka nambahin masalah dihubungan kita. Aku minta maaf, aku menyadari kok kalau aku sudah terlahir menyebalkan, track record panjang akan hal itu. Bukan bermaksud membebani, aku pun belum menemukan solusi dari permasalahan ini.
Lucu yaa kita, suka makan sama ngobrol. Bedanya sama yang lain yaa cuman kita yang bisa tau, biar jadi rahasia antara kita dan Allah. Lirikan-lirikan sinis mu di kofisop kadang buatku ndak tenang, “matanya tolong” bak dokumen, orang dengan dandanan anehnya kamu scan lengkap dari atas sampe bawah. Gapapa, bahan belajarku buat julid lebih sinis dan mengeluarkan bumbu gossip yang asyik untuk diceritakan dilain hari.
Bakso goreng atau apapun itu yang menjadi kesukaanmu ternyata cocok juga di aku. Dekat tempat kerja mu yang dulu, aku lupa nama daerahnya, tapi please, itu enakk banget.
Tipikal bercandaan yang harus dar der dor sama kamu kadang bikin aku bingung, kadang pun aku takut ndak bisa ngimbangin kelucuanmu, kamu diem aja udah lucu buatku. Jokes aneh sering keluar, jangan di breakdown biarkan lucu selamanya tanpa tahu apa maksudnya. Celotehan yang kadang spontan kamu keluarkan juga menarik, aku bingung, kamu pun sama, yang penting kita bisa ketawa bareng sambil kamu menyuapiku tahu bulat yang kamu cegat di seputaran Selamet Riyadi itu.
Ini adalah surat pertama dari banyak surat yang akan kubuat untukmu, rentetan nomor yang panjang diatas tidak akan memiliki seri, berjalan seiring dengan perjalanan kita. Sama seperti doaku dan Baskara Putra, “Semoga kita bertahan lama” dan aku terus belajar untuk menulis dari surat ke surat. Bismillah ya Nit, doaku menyertaimu dan perjalanan ini.
Surat untuk Ninit — Bab Pembuka [1]